Jika kamu berpikir bahwa
memiliki ISTRI seorang bidan berarti ia memiliki banyak waktu di rumah
untuk menemanimu dan keluarga, percayalah, bahwa asumsimu tak sepenuhnya
benar. Aku ceritakan sedikit.
Bidan. Perempuan yang separuh hidupnya berhubungan dengan perempuan, keluarga, dan anak-anak. Lahan kerja kami “sedikit”. Menolong persalinan, memeriksa ibu hamil, mendeteksi penyakit reproduksi, memberi konseling remaja dan keluarga berencana. Dari pekerjaanku inilah, aku bersyukur karena aku bisa lebih dekat dengan perempuan-perempuan di sekitarku, entah sebagai seorang ibu, seorang remaja, anak-anak, bahkan wanita tuna susila. Aku belajar banyak dari mereka.
Perempuan. Kami makhluk yang spesial, bisa multitasking. Dalam profesi bidan, aku bisa bekerja di beberapa tempat: di Rumah Sakit, puskesmas, atau membuka praktek di rumah sendiri. Di Rumah Sakit dan puskesmas, tekanan pekerjaanku cukup tinggi. Pasien yang banyak, rekan sejawat yang tidak bisa bekerja sama dengan baik, laporan harian dan bulanan yang harus diselesaikan, sampai kematian ibu atau bayi.
Ketika kau menyambutku pulang ke rumah dengan lesu, cukup berikan aku sebuah pelukan, lalu dengarkan cerita-cerita yang ingin aku sampaikan. Mungkin saja saat itu aku sedang dimarahi atasan, dimarahi pasien, atau mungkin baru saja melihat seorang ibu yang kehilangan anaknya, atau melihat seorang ibu yang meninggal setelah persalinan, lebih buruk lagi; melihat seorang ibu yang menangis karena kehilangan bayi dalam kandungannya, sedang ia telah menunggu bayi itu hadir setelah delapan tahun.
Jika aku membuka praktek bidan di rumah, aku bisa berinteraksi dengan pasien-pasienku lebih leluasa. Menolong persalinan di rumah, melakukan konseling pribadi. Sebagian waktuku akan habis aku gunakan untuk menangani klienku. Belum lagi jika ada pasien yang datang di malam hari. Ketika kau baru pulang kerja larut malam, belum tentu aku bisa menyambutmu dengan membuatkan air panas untukmu mandi atau secangkir kopi. Disaat yang sama, di ujung pintu rumah kita, bisa jadi ada seorang ibu yang kesakitan karena hendak melahirkan, atau seorang ibu dengan wajah iba mengetuk pintu rumah kita, karena anaknya menderita demam.
Jika kau mendengar suara pintu diketuk ditengah malam, dan kau melihatku tertidur, bangunkan aku dengan lembut dari tidurku. Itu akan sangat membantuku.
Jika pasien yang aku tangani memerlukan pertolongan lanjutan, tolong bantu aku mengantar pasienku ke rumah sakit. Kau mungkin tak paham mengapa pasien ini harus dibawa ke rumah sakit. Jika kau terbiasa, maka kau akan paham. Belum lagi jika agenda mingguan kita untuk pergi bersama batal karena ada yang hendak bersalin. Tolong, jangan kecewa. Bantu aku memberikan pengertian pada anak kita kelak.
Aku memang sibuk dengan pasien-pasienku di rumah, namun tak perlu khawatir. Tak perlu kau takut kelaparan hanya karena aku sibuk dengan pasienku. Aku sudah memasak untuk kau, dan pasienku yang hendak bermalam untuk melahirkan. Disela-sela pasien yang datang, aku juga menemani anak kita belajar dan mengerjakan PR.
Jika kau menikahi seorang bidan, jangan pernah berasumsi kau menikahi seorang yang kaya raya. Penghasilan kami tak seberapa. Jika lebih dari cukup, percayalah, itu hadiah dari Tuhan.
Jangan tuntut aku untuk melepas pengabdian dengan alasan menomerduakan keluarga. Bagiku, keluarga selalu nomer satu, walau aku tak selalu bisa menemani, bahkan hanya mendoakan dalam hati. tapi pengabdian takkan pernah benar-benar berhenti.
Sebagai Perempuan, aku memang terlahir dengan naluri mandiri dan multitasking. Namun, keberadaanmu disisi akan lebih menenangkan.
sumber : Mahasiswa Kebidanan Universitas Airlangga
0 comment:
Posting Komentar